BELAKANG PADANG adalah kota tua yang sarat sejarah. Dengan status sebagai ibukota kecamatan yang menaungi 55 pulau kecil di enam kelurahan, banyak cerita lama yang bisa kita dapatkan saat berkunjung ke sini.
Mayoritas penduduk pulau kecil ini adalah orang yang berasal dari suku Melayu, Jawa dan Padang. Suku minoritas yang juga hidup di pulau ini adalah Tionghoa dan beberapa lainnya.
Kebanyakan rumah penduduk di sini merupakan rumah panggung dengan bahan dasar kayu, serta dibuat berdiri kokoh di atas laut. Hal ini bertujuan untuk terus menjaga tradisi leluhur.
Untuk mengunjungi Pulau Belakang Padang dari Pulau Batam, kita cukup membayar sekitar Rp18.000 untuk menaiki kapal pancung dari Pelabuhan Domestik Sekupang Batam dengan jarak tempuh sekitar 15 menit saja.
Pulau kecil seluas 29,702 km2 ini memiliki sejarah yang amat kaya. Belakang Padang terletak dekat dengan jalur sutra laut dunia Selat Malaka.
Tak heran penduduk di pulau ini sangat heterogen sejak dahulu kala. Selain penduduk asli, kaum pendatang awalnya adalah para pedagang yang singgah lalu menetap serta para pekerja kilang minyak pulau Sambu yang terletak bersebelahan
di pulau ini.
Tidak ada yang persis tahu apa arti dari nama Belakang Padang. Namun banyak kisah-kisah yang beredar mengenai asal muasal pulau ini. Salah satu versi yang cukup terkenal mengenai asal mula pulau yang terletak sangat dekat dengan Singapura ini berasal dari Pulau Sambu.
Pulau Sambu adalah pulau kecil yang terletak di sebelah timur Pulau Belakang Padang. Konon, jauh sebelum Pulau Belakang Padang dihuni, masyarakat sudah tinggal di Pulau Sambu.
Pulau Sambu terkenal sebagai pangkalan minyak bumi yang melimpah yang sempat dikelola oleh perusahaan Belanda. Salah satu orang Belanda yang bekerja di pangkalan minyak Sambu menitahkan beberapa masyarakat lokal untuk “membuka” pulau yang terletak di belakang Pulau Sambu.
Pulau yang akan dibuka tersebut adalah Pulau Belakang Padang. Peristiwa tersebut dipercaya sebagai cikal bakal nama Belakang Padang.
“Belakang” untuk menunjuk pulau yang terletak di belakang Pulau Sambu untuk dibuat “Padang” atau menjadi tempat yang lebih terbuka.
Setelah itu, Pulau Belakang Padang menjadi tempat tinggal bagi pekerja pangkalan minyak Pulau Sambu pada masa silam.
Versi lain dari kisah asal muasal Pulau Belakang Padang adalah kisah Daeng Demak, seorang pelaut asal Bugis, Sulawesi Selatan. Kepiawaian masyarakat Bugis untuk melaut memang sudah tidak diragukan lagi. Hampir setiap pesisir Indonesia pernah disinggahi pelaut Bugis.
Begitu juga dengan Pulau Belakang Padang yang konon katanya menjadi tempat singgah Daeng Demak yang juga menjadi era dimulainya pulau ini ditinggali para pendatang lainnya.
Namun, di balik banyaknya cerita tentang asal Pulau Belakang Padang, terdapat pula sejarah perjuangan bangsa Indonesia di pulau ini.
Sekitar tahun 1965, pangkalan minyak di Pulau Sambu masih dikuasai oleh Inggris. Pada saat itu, TNI bekerja sama dengan masyarakat lokal berupaya mengambil kembali aset milik Indonesia tersebut.
Berkali-kali mereka harus menghindari ancaman serangan dari pesawat Inggris yang terus terbang rendah di langit Pulau Sambu dan Belakang Padang hingga akhirnya Indonesia berhasil merebut kembali pangkalan minyak Pulau Sambu.
Pulau Belakang Padang memiliki julukan lain yang tidak kalah terkenalnya yaitu Pulau Penawar Rindu. Setibanya di pulau ini, kita akan disambut oleh tulisan di dinding dermaga yang berbunyi “Selamat Datang di Pulau Penawar Rindu”.
Ada apa sih sebetulnya di pulau ini?
Julukan Pulau Penawar Rindu tak lain karena mitos yang beredar di masyarakat bahwa siapapun yang sudah meminum air di pulau ini, akan selalu rindu untuk kembali. Meskipun hanya mitos, namun, tidak sedikit warga yang mempercayai cerita ini, bahkan mereka pun mengakui banyak penduduk yang sudah pergi akhirnya datang kembali.
Saking terkenalnya mitos ini, hingga Pulau Penawar Rindu dibuat menjadi sebuah lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi lokal dan menjadi lagu khas pulau ini.
Tim Beplus Indonesia mengunjungi pulau ini beberapa waktu lalu. Selain mengekplorasi lokasi-lokasi khas di sini, kami juga menemui camat Belakang Padang, Yudi Admaji.
“Banyak yang unik di Belakang Padang ini, banyak juga orang yang kaya di sini, tapi jangan heran, di sini tidak ada mobil kecuali mobil jenazah, mobil sampah dan mobil operasi kecamatan”, kata Yudi.
Bukan hanya karena luas wilayahnya saja yang kecil sehingga penduduknya tidak begitu membutuhkan kendaraan roda empat, tapi ada kesepakatan bersama warga di sini untuk bersama-sama menjaga pulau Belakang Padang tetap tenang dan asli tanpa kendaraan roda empat.
“Orang Belakang Padang juga punya mobil, tapi mobilnya diparkir di Batam”, kata Yudi sambil tersenyum.
Pulau Belakang Padang memiliki Bukit Jepang yang merupakan puncak tertinggi di pulau ini. Dari lokasi yang terletak di kampung Baru ini, kita bisa menyaksikan gemerlap kota Singapura yang memang sudah sedemikian dekat jaraknya dari sini dengan lebih jelas lagi.
Bukit Jepang awalnya merupakan basis pertahanan tentara Jepang di pulau Belakang Padang saat berhasil menguasai Asia Tenggara pada dekade tahun 1940-an silam. Sekarang, di lokasi ini menjadi komplek pekuburan warga. Ada juga bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tertua kedua di Batam dan sekitarnya yang masih berdiri di sini, SMPN 2 Batam.
(jar)
0 Komentar
1 Comment
[…] Sumber : Beplus Indonesia […]