SETELAH cukup lama menguat, saat ini nilai dolar Amerika Serikat (AS) sudah mulai turun. Levelnya di Rp 13.985 atau mulai meninggalkan level Rp 14.000-an.
Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih dikutip dari DetikFinance mengatakan melemahnya nilai dolar AS dikarenakan faktor eksternal dan internal.
“Jadi kalau kita lihat perkembangan penguatan rupiah beberapa terakhir, katakanlah sejak Pak Perry dilantik, itu juga terbantu dengan pelemahan US$, jadi yang menguat itu tidak hanya rupiah, begitu juga dengan rupiah melemah tapi semua mata uang global,” kata Lana, selasa (29/5).
Lana menyebut dolar AS melemah karena turunnya harga minyak mentah dunia, serta adanya potensi Arab Saudi dan Rusia yang mau menambah produksi minyak. Potensi tersebut membuat harga minyak terus turun dan rentang inflasi pun tidak menjadi tinggi.
“Globalnya tidak khawatir inflasi, sehingga mereka tidak memburu dolar, itu faktor global yang membantu, itu faktor dari luar negeri,” tambah dia.
Sedangkan faktor dalam negeri, kata Lana, salah satunya adalah kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate yang dianggap pasar bahwa rupiah masih dikelola dan dijaga nilai tukarnya oleh pemerintah.
Tidak hanya itu, lanjut Lana, faktor yang berasal dari dalam negeri juga berasal dari siklus permintaan dolar di dalam negeri sudah menurun. Terutama pada kegiatan transaksi ekspor dan impor.
Lana menceritakan, permintaan dolar seharusnya tetap tinggi sampai pertengahan Juni. Namun, keputusan pemerintah menetapkan libur Lebaran pada pertengahan Juni, maka transaksi atau permintaan dolar dipercepat pada dua minggu terakhir bulan Mei.
“Jadi ada percepatan permintaan dolar, masih ingat kan rupiah naik setelah suku bunga naik tapi dolar Rp 14.200 itu karena permintaan dolar dipercepat. Transaksi besar eksportir dan importir harus dipercepat sebelum Juni,” tutup dia.
Sumber : DetikFinance
0 Komentar