AWALNYA dibangun menggunakan rangka besi sejak zaman kolonial Belanda di awal abad 20 atau sekitar awal 1900-an silam. Merupakan prasarana navigasi tertua yang sampai hari ini masih digunakan. Fungsinya untuk memandu kapal dalam menentukan lokasi dan arah. Perairan sekitar pulau Tunjuk ini, sudah sejak lama menjadi perlintasan pelayaran yang terhubung ke selat terpadat di dunia, selat Philip hingga perairan selat Malaka.
“Ada dua menara sebenarnya, yang masih asli buatan Belanda yang sebelah sana tu. Namanya menara merah. Kalau yang dah dipugar tu, namanya menara putih, begitu orang sini nyebutnya”, kata Bang Badol.
Menara putih yang disebut pria itu adalah sebuah bangunan tinggi menjulang dengan ketinggian 20 meter, terbuat dari beton.
Keberadaan menara suar sangat membantu kapal-kapal yang berlayar, terutama di malam hari. Cahaya terang menara suar menjadi panduan sekaligus peringatan bagi kapal jika ada kondisi yang berbahaya. Misalnya, lokasi yang berkarang, ombak kuat, perairan dangkal, dan lalu lintas kapal yang padat sehingga rawan kecelakaan.
Selain fungsi keselamatan, menara suar juga berfungsi sebagai perlindungan lingkungan maritim. Dalam hal ini, menara suar menjadi penanda batas kedaulatan NKRI, terutama menara suar yang berada di wilayah terluar dan terdepan.
Di seluruh wilayah Indonesia saat ini, masih terdapat 285 menara suar yang dikelola oleh 25 Distrik Navigasi (Disnav). Dua menara yang berada di pulau Tunjuk ini, masuk dalam pengelolaan Distrik Navigasi Tanjungpinang.
———
“Ini tahun terakhir saya bertugas sebagai penjaga menara suar, selanjutnya pensiun. Tak terasa, sudah 30 tahun lebih menjalani pekerjaan ini”, kata pak Ikhlas, matanya menerawang ke arah laut.
Ia sudah menyiapkan kediaman untuk hari tuanya, di daerah Kijang, Bintan yang kini ditempati oleh keluarga.
“Ya mungkin saya perlu beradaptasi dulu dengan kehidupan normal, setelah sekian puluh tahun”, katanya tersenyum.
(*)
0 Komentar