ADA dua jenis tumbuhan mangrove yang dilestarikan di sini. Yang pertama, berdaun besar. Biasa dikenal sebagai Bakau Rhizopora.
Bakau jenis ini banyak berkembang di bagian luar hutan bakau yang menghadap langsung ke ombak laut. Mereka tumbuh di atas lumpur. Tidak hanya berfungsi untuk menghalau pasangnya ombak lautan, tapi juga menjadi tempat tinggal serta sumber makanan untuk banyak makhluk hidup. Seperti misalnya burung raja udang tadi dan juga ular gelang.
Ciri utama pohon bakau ini yaitu pada jenis akarnya yang berbentuk tunjang (still root). Pada tanaman bakau-bakauan, akar tunjang seperti itu berfungsi untuk mempertahankan posisi pohon bakau ketika ombak dan pasang-surut air laut menerjang mereka.
Pohon bakau adalah jenis tanaman unik. Mereka punya ketahanan tinggi di daerah bersalinitas garam. Seperti misalnya di bibir pantai dan pesisir kawasan kebun raya ini.
Beberapa jenis bakau lain bahkan mampu menyaring 90-97% kandungan garam melalui akarnya. Sisa garam yang sudah terserap ke dalam tubuh pohon bakau akan dialirkan menuju daun. Jumlah garam yang terakumulasi akan membuat daun menjadi tua dan akhirnya terbuang bersamaan dengan gugurnya daun-daun tersebut.
“Di sini, hampir sebagian besarnya yang berjenis daun besar (rizhopora, pen)”, sambung Fauzan, Kasubag Tata Usaha KRB yang juga ikut bersama kami.
Jenis bakau kedua yang ada di sini bernama latin Avicennia marina. Merupakan jenis mangrove lain yang dapat tumbuh di rawa-rawa air tawar, tepi pantai berlumpur hingga pada substrat yang berkadar garam sangat tinggi.
Pohon ini mempunyai manfaat yang sangat beragam, antara lain untuk bioformalin, kayu bakar, makanan ternak, bahan makanan, tanaman perintis, rusuk perahu, tanaman penyerap racun serta obat anti fertilitas tradisional.
Avicennia marina atau dalam penamaan lokal disebut sebagai pohon bakau api-api. Berbeda dengan jenis Rhizopora yang berdaun besar, daun pohon bakau api-api ini berbentuk lebih mungil .
“Bunganya cantik ini”, kata Sania saat melihat kelompok pohon Avicennia Marina di kawasan konservasi yang kamu datangi.
Pohon api-api yang disebut Sania, memiliki bunga berwarna merah jambu sehingga kontras dengan daun kecilnya yang rimbun.
“Kalau yang jenis Marina ini, tak terlalu banyak dan bukan tanaman in situ (sudah ada di sana sebelumnya, pen), tapi ditanam dari bibit”, jelas Fauzan.
Menurut Fauzan, jenis bakau Rhizopora adalah tanaman in situ yang sudah ada di sana sebelum pembangunan Kebun Raya Batam.
“Tapi kondisinya sudah rusak, dulu di lokasi ini dijadikan penambangan pasir. Alhamdulillah, hutan bakaunya sudah berkembang lagi,” katanya.
Di sepanjang perjalanan kami menyusuri rimbunan hutan bakau di kawasan ini, kami masih mendapati bekas-bekas perangkat penggalian pasir yang sudah ditinggal begitu saja. Di antaranya bahkan sudah separuh tertimbun Tanah.
Lebih sepuluh tahun, kawasan ini akhirnya menghijau lagi dengan rimbunan tanaman bakau. Alam kembali bersahabat bersama habitat makhluk hidup yang semestinya berada di lokasi ini. Termasuk burung raja udang yang masih terus mengitari kami sembari berteriak itu.
“UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perlunya pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan perkotaan, 30 persen dari luas kawasan perkotaan. Pengembangan kebun raya di bawah koordinasi LIPI, sementara Kementerian PUPR memberikan dukungan infrastruktur,” kata Menteri Basuki beberapa waktu lalu.
Penataan Kebun Raya Batam telah mulai dikerjakan Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya pada April 2018 mulai dari tahap persiapan, penataan jalan, saluran drainase hingga pekerjaan akhir.
Kebun Raya Batam ini memiliki luas sekitar 86 hektar dengan koleksi habitat tumbuhan yang terus bertambah. Pada akhir 2018, tercatat 2.472 tanaman dan pohon yang terdiri atas 28 famili, 149 genus, 193 jenis, dan 824 spesies.
Selain sebagai destinasi wisata, penataan kebun raya salah satunya bertujuan untuk membentuk suatu kawasan konservasi tumbuhan, sebagai tempat penelitian dan pendidikan botani. Tumbuhan yang menjadi ikon Kebun Raya Batam ialah nibung (Oncosperma tigillarium) yang merupakan tumbuhan palem-paleman liar. Nibung tumbuh berumpun sebagai simbol persaudaraan.
“Mulai dibangun 2008 dan diresmikan 10 tahun kemudian”, kata Ade Lanovian.
Ade mengenang saat awal-awal merintis pengembangan kawasan ruang terbuka hijau ini bertahun-tahun lalu.
“Kawasan hutannya sudah rusak. Selain penambangan pasir, di area lainnya dalam kawasan ini juga sudah banyak terhampar pertanian warga”, kenangnya.
Batam secara umum memiliki jenis tanah berwarna merah yang miskin kandungan humus. Keberadaan lahan pertanian warga yang sempat ada di sana, sebenarnya ikut menyuburkan lokasi.
“Tapi, saat mereka (para petani, pen) diberitahu bahwa lahan garapan akan segera dijadikan kawasan kebun raya, mereka pindah dengan sekaligus membawa tanah-tanah humusnya”, kata Ade.
(*)
0 Komentar