Beplus Indonesia

Fenomena Wartawan Multi Level Quote di Era Media Siber Kekinian

PADA era media (pers) siber kekinian fenomena multi level quote bermunculan, kata P Tri Agung Kristanto di pertemuan para Ketua Dewan Kehormatan (KDH) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Multi level quote maksud komisioner terpilih Dewan Pers (DP) tahun 2022 itu adalah kebiasaan kutip-mengutip berita media lain oleh wartawan media online lainnya yang bukan hasil karya atau liputan sendiri.

Bahasan mengenai multi level quote mengemuka saat pertemuan para KDH PWI itu –salah satu kegiatan di Hari Pers Nasional (HPN) di Kendari, Sultra pada Selasa (08/02/2022) kemarin.

Tri Agung yang Wapemred koran Kompas dan menjadi salah satu pembicara di acara itu dalam materinya menyebut tren negatif atas kutip-mengutip berita ini bisa berakibat munculnya masalah pelanggaran UU Pers dan kode etik jurnalistik (KEJ) serta Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Tak pelak, kata Tri, bahwa banyak pengaduan masyarakat ke meja Dewan Pers (DP) di Jalan Kebon Sirih di Jakarta itu atas dugaan berbagai pelanggaran ketentuan yang berlaku di bidang karya pers. “Itu sesuai rilis Dewan Pers tahun tahun 2019 termasuk tahun 2020 dan 2021,” kata Tri.

Masih kata Tri, media massa yang melanggar ketentuan UU dan kode etik, beragam mulai dari media dalam jaringan (daring), pun media cetak.

Dilanjutkan, media massa yang melanggar ketentuan pers tidak hanya yang belum terverifikasi pun yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers (DP).

Dia mencontohkan sebanyak 861 pengaduan yang masuk ke DP selama tahun 2019. Dia sebut mayoritas pengaduan seputar judul yang meghakimi, tak menginformasi, tidak menguji informasi, atau tidak melakukan wawancara.

Tri berkata tak sedikit media massa yang tidak secara benar mejalankan dasar-dasar jurnalistik dan mematuhi KEJ. Antara lain hanya mengutip dari media sosial yang diidentifikasi milik tokoh atau narasumber. Bahkan banyak media mengutip dari media lain atau multi level quoting dengan tanpa mewawancarai narasumbernya.

Lebih jauh Tri menjelaskan multi level quoting ini bukanlah BERITA sesungguhnya. Ini KONTEN yang seolah-olah berita yang bisa membuat wartawan, redaktur atau editor atau pimpinan redaksi terlena. “Cara gampang membuat berita,” ujarnya.

Padahal, tegasnya, berita sebagai produk jurnalistik haruslah menaati KEJ, selain UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers serta aturan universal jurnalistik.

Tri menyebut pengantar jurnalistik, untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memenuhi landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. 

(*/jar)

Sumber : Batamnow

Komentar

0 Komentar