Beplus Indonesia

Februari, Bulan Terpendek Yang Pernah Jadi Bulan Terakhir Dalam Setahun

FEBRUARI adalah bulan kedua tahun dalam Kalender Gregorius. Kata ini diambil dari Bahasa Belanda Februari yang mengambil dari bahasa Latin, Februus, dewa penyucian.

Bulan ini merupakan bulan istimewa sebab panjangnya bisa 28 atau 29 hari, pada Tahun Kabisat. Variasi pengejaan nonbaku yang kadang-kadang dipakai adalah “Pebruari”.

02 Pada waktu dahulu Februari adalah bulan penghabisan, sampai tahun 450 sebelum Masehi, ketika akhirnya ditaruh di belakang Januari.

Maret pernah sebagai permulaan tahun, dan Februari sebagai bulan penghabisan. Namun, akhirnya Februari kembali ditaruh sebagai bulan ke-2. Oleh bangsa Romawi bulan ini dipandang sebagai waktu untuk merayakan upacara penyucian.

Bulan Februari adalah bulan yang sangat unik setiap tahun. Hal ini karena Februari memiliki jumlah hari yang lebih pendek yaitu 28 hari dibanding bulan lainnya.

Pada tahun 2020 lalu, bulan Februari pernah bertambah satu hari menjadi 29 hari. Namun tahun ini, Februari kembali menjadi 28 hari saja.

Lantas, bagaimana penjelasannya mengenai bulan Februari hanya memiliki 28 hari?

Menjawab hal tersebut, astronom amatir Marufin Sudibyo mengungkapkan bahwa alasan 28 hari di Februari dikarenakan faktor sejarah Romawi.

Adapun nama bulan Februari sudah ada dalam kalender Romawi pra-Julian, yakni sebelum era Raja Julius Caesar.

Pada saat itu, kalender Romawi tersebut merupakan kalender berbasis pergerakan bulan dan matahari atau saat suryacandra (lunisolar calendar).

“Februari pada saat itu juga tetap merupakan bulan kedua, baik dalam tahun biasa yang terdiri atas 12 bulan dengan total usia 355 hari, maupun tahun kabisat yang terdiri atas 13 bulan dengan total usia 377 atau 378 hari,” beber Marufin kepada Kompas.com, Kamis (3/2/2022).

Dia menambahkan, dalam tahun biasa pada era tersebut bulan Februari berjumlah 28 hari. Sedangkan, dalam tahun kabisat jumlahnya terpangkas menjadi 23 atau 24 hari saja. Sebab, sisa hari dialihkan pada bulan ke-13 atau bulan tambahan (interkalaris) yang berjumlah 27 hari.

“Sementara sisa bulan lainnya berusia masing-masing 29 atau 31 hari. Tidak ada yang berusia 30 hari,” imbuhnya sambil menjelaskan kenapa Februari hanya 28 hari.

Kemudian, setelah reformasi kalender oleh Raja Julius Caesar pada tahun 46 Sebelum Masehi, kalender Romawi berubah menjadi kalender murni berbasis pergerakan matahari atau kala surya semata.

Acuannya, kata Marufin, ialah periode tropis matahari yang ditetapkan menjadi 365,25 hari. Sehingga, jumlah bulan dalam satu tahun tetap 12 bulan baik dalam tahun biasa maupun tahun kabisat.

“Jumlah hari tahun biasa adalah 365 hari, yang terdistribusi pada 11 bulan dengan usia masing-masing 30 atau 31 hari. Dan sisanya ditetapkan sebagai Februari, yang berusia 28 hari,” terang Marufin.

Pembagian serupa juga tetap digunakan pada tahun kabisat, yang memiliki jumlah hari 366 hari. Sementara, status tahun kabisat hanya berimplikasi pada bulan Februari yang ditetapkan menjadi 29 hari.

Menurut Marufin, pembagian penanggalan tersebut tidak berubah meskipun terjadi reformasi Gregorian pada tahun 1582 Masehi.

“Reformasi Gregorian hanya mengatur bila sebelumnya terdapat 100 tahun kabisat dalam setiap empat abad, maka diubah menjadi hanya 97 tahun kabisat saja dalam empat abad yang sama,” jelasnya.

(*)

Sumber : Wikipedia | Kompas.com

Komentar

0 Komentar