MADI, pria paruh baya warga Kampung Tua Teluk Lengung, Kel. Kabil Kota Batam, memiliki pekerjaan sehari-hari sebagai nelayan tradisional ditempat ia tinggal bersama keluarganya.
Selain mengais rejeki sebagai nelayan, Madi juga punya keahlian tambahan yakni sebagai pengrajin (pembuat) Sampan, sejenis perahu kecil yang terbuat dari papan kayu.
Perahu jenis Sampan ini biasanya dipakai oleh warga sekitaran pantai sebagai sarana moda tranportasi angkutan orang ataupun barang.
Atau bisa juga digunakan oleh para nelayan, khususnya nelayan tradisional untuk melaut mencari ikan.
Dikutip dari GoWest Indonesia yang menemuinya pada Sabtu (12/6) lalu, Madi bercerita, kemampuanya membuat Sampan bermula dari coba-coba, sekitar 3 tahun yang lalu.
Awalnya, ia yang juga punya keahlian dasar dibidang perkayuan (tukang kayu), hanya mampu memperbaiki Sampan yang sudah rusak, belum bisa membuat secara utuh.
Lama-lama kebiasaanya memperbaiki sampan, mendorong ia untuk membuat secara utuh untuk dipake sendiri.
“Awalnya saya cuma bisa perbaiki saja. Lama-lama saya mencoba buat Sampan untuk dipake sendiri” tutur Madi.
Kemampuan Madi untuk membuat Sampan kayu, akhirnya tersebar juga ke masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Hingga pada akhirnya iapun kerap menerima orderan dari para nelayan Teluk Lengung.
“Lumayan pak buat nambah-nambah uang dapur. Apalagi kalau pas musim tak bisa melaut” kata Madi ketika ditanya penghasilanya dari membuat sampan.
Menurut Madi, proses membuat Sampan ukuran kecil (kapasitas 3 orang penumpang) membutuhkan waktu hampir setengah bulan (15 hari) pengerjaan.
Mulai dari menghaluskan papan dinding sampan, batang kayu penopang, hingga tahapan finishing, ngecat dan lain-lain.
Dengan menggunakan alat-alat yang ia miliki, Madi mengerjakan pekerjaanya mulai dari pukul 08.00 hingga 17.00 setiap harinya.
Terkait bahan baku, Madi menjelaskan untuk membuat sampan ia biasanya menggunakan bahan dari kayu meranti dan kayu lekam yang ia beli dari para pengumpul kayu dari pulau sekitarnya.
“Kalau bahan bakunya kami dapat dari pulau sekitar sini pak. Bisa kayu meranti, kalau yang mau bagus. Bisa juga pakai kayu kelam untuk yang biasa” jelasnya.
“Perbedaanya, kalau kayu meranti lebih tahan lama dari rayap. Harganya pun lebih mahal. Kalau kayu kelam, 6 bulan sekali harus melakukan perawatan dan harganya bisa lebih murah” tambahnya.
Ia juga menjelaskan, lebih mudah membuat sampan dari bahan kayu meranti dibandingkan kayu kelam.
“Kayu kelam mudah retak atau belah saat proses membuat sampan. Kalau meranti lebih kuat dan lebih mudah membentuknya” ujar Madi.
Disinggung mengenai harga jual sampan yang ia produksi, menurut Madi, harganya bervariasi tergantung dari bahan kayu dan ukuran yang diorder.
Untuk ukuran yang kecil (kapasitas 3 penumpang) dengan bahan kayu lekam, harganya berksiar Rp 3 juta. Kalau ukuran besar dan bahanya beda, harganyapun berbeda.
Dari harga jual tersebut, Madi mendapatkan keuntungan bersih rata-rata 1 sampai 1,5 juta rupiah.
(*)
Sumber : GOWEST INDONESIA
Komentar
0 Komentar