ADA temuan menarik dari perusahaan keamanan siber Kaspersky terkait reputasi digital, karena uniknya hal ini nyatanya tidak lepas dari kebiasaan netizen di Asia Tenggara untuk membuat akun media sosial anonim.
Riset yang dilakukan terhadap 1.240 responden di beberapa wilayah Asia Pasifik ini secara garis besar memaparkan sekitar 3 dari 10 orang mengaku memiliki akun media sosial anonim, alias tanpa nama asli, foto, dan informasi identitas pribadi.
Lebih merinci, wilayah Asia Tenggara ada sekitar 35 persen netizen yang memiliki akun palsu di media sosial, kemudian disusul Asia Selatan di angka 28 persen, dan Australia sebesar 20 persen. Dengan kata lain, Asia Tenggara menjadi wilayah dengan jumlah netizen terbanyak yang memiliki akun media sosial anonim.
“Dari tujuan awal membangun koneksi dengan teman dan keluarga, media sosial akan terus berkembang dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Media sosial telah menjadi peran kunci dalam cara manusia bersosialisasi dan mengidentifikasi satu sama lain, dan kini profil virtual sampai perusahaan pun dipakai sebagai parameter sebagai evaluasi atau penilaian,” tutur General Manager Kaspersky Asia Tenggara, Yeo Siang Tiong dalam acara Cyber Security Weekend yang digelar secara virtual, Selasa (8/12).
Dari paparan Kaspersky, ada rincian media sosial yang paling banyak jadi sasaran akun anonim para netizen di Asia Pasifik.
Tercatat Facebook berada di angka 70 persen sebagai platform media sosial yang jadi incaran netizen untuk membuat akun profil palsu, kemudian disusul YouTube di angka 37 persen, Instagram 33 persen, dan Twitter 25 persen.
Rasanya sangat umum terkait fenomena keberadaan akun palsu yang tersebar di berbagai platform media sosial, Kaspersky turut membagikan alasan yang mendasari mengapa orang-orang suka membuat akun anonim ini.
Terungkap bahwa 49 persen mengatakan mereka menggunakan akun anonim untuk memanfaatkan kebebasan berbicara tanpa mempengaruhi reputasi mereka. Beda tipis dengan poin kedua, yakni 48 persen mengaku mereka lebih suka mencurahkan kepentingan dan rahasia tanpa diketahui oleh teman atau kolega.
Lalu temuan berikutnya sekitar 34 persen mengaku pakai fake account untuk menentang argumen orang lain atau berita online. Lalu 30 persennya memakai akun palsu mereka untuk berbagi informasi tentang kesukaan dan artis favorit.
Hasil berikutnya tentu cukup familiar bagi kebanyakan orang, yakni 22 persen gemar pakai fake account untuk melakukan stalking online.
Kendati begitu, sebagian kecil sekitar 3 persen mengaku sengaja membuat akun anonim untuk menangkis email sampah (spam) dari akun asli, menghindari doxing, serta menjadi alternatif untuk tujuan lain seperti main game hingga mencegah pihak eksternal memiliki akses ke akun email asli.
Pada dasarnya, Kaspersky menyimpulkan bahwa reputasi digital yang dibangun netizen di ranah online penting sifatnya bagi kehidupan nyata.
(*)
Komentar
0 Komentar